Akhlak Mulia 3 - Andalusia Islamic Center

Akhlak Mulia 3

Akhlak Mulia 3

Oleh : ust. Abdul Mughni, BA, MHi

Bismillah wa Alhamdulillah wa al Sholatu wa al Salamu ‘ala rasulillah shollallahu ‘alayhi wa sallam.

Allah menyatakan bahwa nabi Muhammad shollallahu ‘alayhi wa sallam adalah pribadi yang memiliki prilaku dan budi pekerti yang agung dengan kata lain individu dengan akhlak yang mulia (QS. Al-Qalam (68) :  4), sang istri tercinta ibunda Aisyah radhiallahu ‘anha ketika ditanya tentang prilaku dan akhlak nabi, maka dia menjawab akhlaknya adalah Al-Qur’an, kemudian turunlah ayat 4 surat ke 68 Al-Qalam. Sahabat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu menjadi saksi hidup bagaimana akhlak tersebut nyata dan dibuktikan, beliau berkata “ saya berkhidmah kepada nabi Muhammad selama 10 tahun tidak pernah terucap dari lidahnya kata uff (kata kecewa dan semisalnya) dan tidak pula bertanya kenapa kau melakukan itu atau sesuatu yang tidak aku lakukan kenapa kau tidak melakukannya (Muttafaqun ‘alayhi).

Begitulah sedikit contoh hidup dan bukti kongkrit bagaimana prilaku dan akhlak mulia dijalankan. Indikator penting atau bukti nyata dalam mengamalkan dan menjalankan akhlak mulia adalah dengan menjaga lisan, dan itulah yang disaksikan oleh sahabat Anas dari pribadi nabi Muhammad shollallahu ‘alayhi wa sallam, bagaimana dalam kurun waktu yang tidak pendek kurang lebih 10 tahun, tidak pernah nabi berkata buruk apalagi mencaci, bahkan tidak pernah ‘kepo’ (istilah anak sekarang untuk menggambarkan rasa ingin tahu) akan perbuatan yang dilakukan ataupun yang ditinggalkan, tentunya karena beliau melihat apakah karena hal tersebut tidak banyak mendatangkan manfaat, karena kalau rasa ingin tahu menyebabkan sebuah faidah ilmu dan memberikan manfaat, maka hal tersebut adalah sebuah perkara yang baik, apalagi manusia punya perasaan curiosity (ingin tahu). Dalam pribahasa bahasa Inggris dikatakan “ curiosity is the mother of invention “ Menjaga lisan dari perkataan buruk adalah salah satu tolak ukur dari pelaksanaan akhlak mulia. Lisan adalah bagian tubuh yang kecil bahkan ringan, tetapi dampak yang ditimbulkan dapat menghantarkan kepada keimanan atau kepada kekufuran. Jika saat ini ada sebagian orang yang masih belum jelas, ataupun belum mengetahui tentang akhlak mulia, maka bagi mereka wajib untuk memperhatikan segala bentuk perkataan yang keluar dari lisan, jika yang baik yang keluar, hendaklah bersyukur kepada Allah karena telah dimudahkan dan diberikan taufiq untuk menghiasi diri dengan komponen akhlak mulia, jika sebaliknya hendaklah dia bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepada-Nya dan berusaha untuk menjaga lisannya. Betapa signifikan dan penting perkataan yang diucapkan oleh seorang manusia, karena semua yang keluar pastilah dicatat dan direkam (QS. Qaaf (50) ;18) yang pada waktunya akan dimintakan pertanggungjawabanya dihadapan Allah, pada saat itu bukanlah lisan yang menjadi saksi dan bukti, melainkan anggota tubuh lain, kaki dan tangan yang berbicara atas segala tindak tanduk yang dilakukan (QS. Yasiin (36) ; 65) dalam ayat lain baik lisan, kaki dan tangan bersaksi atas segala perbuatan (QS. An-Nur (24) ; 24) jika dalam kehidupan dunia banyak kebohongan dan dusta yang diucapkan. Sebuah ungkapan bahasa Arab berkata “ salamatul insan fi hifzi lisan “ (keselamatan manusia karena menjaga lisannya) karena banyak manusia menjadi hancur serta binasa dunia dikarenakan buah dari perkataan yang dilontarkan, jika yang keluar adalah kata-kata buruk, cacian, makian, hasutan dan ujaran kebencian dihiasi dengan kedustaan dan kebohongan, maka tunggulah waktu pembalasan, Allah kadangkala menunda tetapi Dialah Allah yang tidak lupa dan lalai (QS. Al-Baqarah (2) ; 85). Akhlak mulia dengan melindungi lisan dari dosa-dosa yang timbul dari lidah, hujjatul Islam Imam Ghozali rahimahullah mengistilahkannya dengan kata aafaat lisan (bencana dan bahaya), antara lain : ghibah, (menggunjing) namimah, (mengadu domba) berdusta, janji palsu, membongkar rahasia, mencaci maki, debat yang tidak bermanfaat dll. Dosa-dosa lisan tersebut pastinya hanya menimbulkan kebencian dan perpecahan, padahal umat Islam dilarang untuk berpecah belah dan bermusuhan (QS. Ali-Imran (3) ;103), betapa banyak terjadinya pertikaian dan perpecahan disebabkan kata-kata yang terucap, jika suami atau istri tidak sabar untuk menahan diri dari perkataan keji dan buruk, mungkin hanya tinggal menunggu waktu kapan terjadinya perpisahan diantara keduanya. Jika seorang pemimpin atau kepala rumah tangga atau direktur dalam sebuah perusahaan hanya mampu mengumbar janji-janji tanpa ditepati dan dibuktikan maka tunggulah saat dimana dia pasti menghadapi masalah dan kesulitan besar dalam kepemimpinanya.

Doa yang dipanjatkan orang yang beriman adalah dengan memohon lisan yang senantiasa basah menyebut dan memuji Allah. Sebuah nasehat dan petunjuk dari nabi sudah selayaknya kita ingat, yaitu ketika ditanya oleh seorang sahabat bahwa ajaran Islam sangat luas dan banyak, maka infokanlah kepadaku ajaran (sesuatu) yang aku pegangteguh dengan erat, nabi menjawab ; “lisanmu selalu basah karena ingat Allah ” (HR Turmuzi). Menjaga lisan adalah faktor penyelamat dalam kehidupan dunia dan akhirat, dalam hadis lain ketika beliau shollallahu ‘alayhi wa sallam ditanya sahabat mulia Uqbah bin ‘Amir radhiallahu ‘anhu tentang keselamatan (al-najat) maka beliau menjawab : jagalah lisanmu, rumahmu cukup untukmu, dan tangisilah dosamu” (HR Ahmad) menjaga lisanmu adalah yang pertama kali disebut nabi dalam menjawab pertanyaan tentang perbuatan yang dapat menyelamatkan seorang manusia, dan tentunya yang dimaksud adalah selamat di dunia serta akhirat, jika di dunia tidak selamat maka bagaimana dia akan selamat di akhirat, karena kehidupan akhirat sejatinya adalah balasan dan gambaran dari segala perkataan serta perbuatan selama berada di dunia yang fana. Hadis lain bahkan memberikan jaminan bagi mereka yang menjaga lisan dari segala yang dilarang, dan yang demikian adalah bentuk kongkrit dari akhlak mulia, sahabat mulia Abu Umamah radhiallahu ‘anhu berkata bahwa nabi Muhammad shollallahu ‘alayhi wa sallam bersabda ; “saya menjamin dengan sebuah istana di surga bagian bawah bagi siapa yang meninggalkan perdebatan sekalipun dia benar, dan sebuah istana di surga bagian tengah bagi siapa yang meninggalkan dusta sekalipun dia bercanda dan sebuah istana di surga bagian atas (tinggi) bagi siapa yang berakhlak mulia” (HR Abu Dawud).

Sungguh benar nasehat nabi tentang penjagaan lisan yang diistilahkan dalam ayat suci Al-Qur’an antara lain dengan kata “qowlan sadida” (QS. An-Nisa (4) ; 9 dan QS. Al-Ahzab (33) ; 70), “qowlan ma’rufa” (Qs. An-Nisa (4) ; 5 dan Al-Ahzab (33) ; 32), “qowlan karima” (QS. Al-Isra’ (17) ;23) “qowlan maysuro” (QS. Al-Isra’ (17) ; 28).